Rakor Rencana Aksi Tahunan Pelaksanaan Sekolah Inklusif Tahun 2025

Berdasarkan data UNICEF sekitar 67% Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia belum mendapatkan akses pendidikan. Peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan (Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009). Ragam penyandang disabilitas sesuai dengan UU Nomor 8 tahun 2016 yaitu Disabilitas fisik, Disabilitas intelektual, Disabilitas mental dan Disabilitas sensorik. Rakor Rencana Aksi Tahunan Pelaksanaan Sekolah Inklusif pada hari Selasa (11/02/2025) terdapat 7 aspek intervensi yang akan ditindaklanjuti yaitu : Pemetaan peserta didik/anak yang berpotensi berkebutuhan khusus, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan SDM Guru, tenaga kependidikan dan pendamping, optimalisasi Unit Layanan Disabilitas (ULD), peningkatan sosialisasi dan advokasi multi pihak, bantuan dan perlindungan sosial dan dukungan regulasi dan teknis lainnya.

Pemetaan peserta didik/anak yang berpotensi kebutuhan khusus menurut Rumah Sakit Imanuddin pelayanan kesehatan berupa screening dan diagnosa terhadap ABK sudah dilaksanakan di umur 0 tahun. Penganggaran Rumah Sakit tidak ada secara khusus untuk ABK karena semua layanannya sudah dicover oleh BPJS. Kendalanya tindak lanjut ABK untuk anak Tuna grahita disarankan untuk tidak bersekolah Umum khusus di Sekolah Khusus. Mulai tanggal 5 Februari 2025 Sekolah Luar Biasa (SLB) nomenklaturnya sudah berubah menjadi Sekolah Khusus.

Menurut Dinas Kesehatan pelayanan pada pendidikan dasar sudah mendapat prioritas di Puskesmas. Untuk tumbuh kembang sudah masuk pada standar pelayanan bayi sebanyak 4 kali selama 3 bulan. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung pendidikan ABK terkait operasional di Unit Layanan Disabilitas (ULD) tidak ada tenaga dan anggarannya. Unit Layanan Disabilitas selain screening melakukan rujukan dan cluster sekolah sesuai hasil diagnosa. Peningkatan SDM Guru, tenaga kependidikan dan pendamping di Kabupaten Kotawaringin Barat masih sangat kurang terutama untuk Guru-guru yang memiliki sertifikasi ABK jumlahnya sedikit. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memohon agar para Guru-guru diberikan Diklat khusus untuk ABK karena itu sangat mendesak sesuai dengan Peraturan Menteri bahwa sekolah reguler wajib menerima ABK. Untuk pengadaan Sarana dan prasarana Unit Layanan Disabilitas bidang pendidikan belum ada seperti pengadaan alat terapi okupasi. PAUD PKBM sudah ada walaupun tanpa anggaran karena dibentuk melalui anggaran donasi yayasan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan melalui bidang perlindungan anak tidak fokus ke ABK tapi fokus ke seluruh anak secara umum. Pendampingan terhadap korban kekerasan rumah tangga terhadap wanita dan anak sudah ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan. Dinsos melalui kegiatannya hanya membantu disabilitas terlantar bukan usia anak sekolah dan pelayanan pengantaran ODGJ ke rehabilitasi dan bimbingan mental. Sekolah Luar Biasa (SLB) melalui kreatifitas ABK sudah melakukan inovasi seperti Gebyar kreatifitas ABK dan berharap kreatifitas ABK yang ada di SLB bisa diikutsertakan di Kobar Expo. Untuk Guru Pembimbing Khusus harus berasal dari jalur formal bukan hasil diklat.