Bappedalitbang Kobar Dorong Inovasi Gula Semut Nipah Sebuai Dongkrak Ekonomi Desa Berbasis Potensi Green Economy

Salah satu fokus peningkatan perekonomian Kotawaringin Barat adalah dengan memperkuat sektor-sektor potensial seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan industri kreatif (Green Economy dan Blue Economy). Sejalan dengan hal tersebut, Bappedalitbang Kabupaten Kotawaringin Barat pada Kamis tanggal 28 November 2024 mengadakan rapat untuk Pengembangan Gula Semut Aren sebagai Replikasi dari Gula Semut Nipah. Rapat dipimpin langsung Kepala Bappedalitbang Juni Gultom dihadiri oleh Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Perwakilan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM, Perwakilan Kecamatan Kotawaringin Lama, Lurah Kotawaringin Hilir, Kepala Desa Sabuai dan Bapak Marijan sebagai penggerak pembuatan Gula Semut Nipah Sabuai. Berhasil menjadikan gula semut sebagai produk inovasi dan unggulan desanya sehingga meraih Juara I Lomba Desa di Tingkat Nasional, mengalahkan 14.695 desa di Regional III, yaitu Kalimantan dan Sulawesi, Bapak Marijan bersama Kepala Desa Sabuai berbagi pengalamannya selama sembilan bulan belajar otodidak membuat Gula Semut Nipah Sabuai hingga menemukan formula yang pas, dan berhasil menarik perhatian NGO Kaleka dan Universitas Gajah Mada untuk meneliti, memberikan pelatihan SDM, bantuan alat produksi, hingga pemasaran keluar daerah bahkan ke manca negara. Tidak mudah bagi Kotawaringin Lama sebagai penghasil Gula Aren Kutaringin untuk mereplikasinya dikarenakan bahan nira dari pohon aren, berbeda kondisinya dengan nira dari pohon nipah. Pohon aren yang ada di Kotawaringin Lama juga sudah tidak sebanyak dulu karena untuk tumbuh dan bisa menghasilkan nira memerlukan waktu hingga 20 tahun usia pohon, lahannya banyak yang berubah menjadi perkebunan sawit, dan penjualan Banyu Lahang lebih memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat daripada diolah menjadi gula aren. Berbeda dengan pohon nipah yang bisa menghasilkan nira setelah mencapai usia 5 tahun, dan terdapat hampir disepanjang kawasan pesisir pantai tempat bertemunya air asin dan air tawar sehingga bisa mempertahankan jumlah bahan baku untuk produksi. Desa Sabuai juga memproses untuk HPK (Hutan Produksi Dapat Dikonversi) seluas 512 Ha menjadi Hutan Desa maupun Hutan Kemasyarakatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan bahan baku industri, dengan tetap menjaga kelestarian ekosistemnya (Green Economy). Direncanakan semua desa yang memiliki potensi pohon nipah akan dibantu untuk replikasi . Adapun tantangan yang dihadapi adalah kekurangan SDM trampil, infrastruktur jalan ke rumah produksi belum memadai, perubahan cuaca yang dapat merubah kualitas nira, dan lain-lain. Sehingga diperlukan penyusunan roadmap untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut agar siap direplikasi pada desa lainnya dengan potensi yang sama. (MT, 28 Nov 2024)